I'm

I'm

Jumat, 15 Juli 2011

ASKEP ANEMIA


ANEMIA

1. Pengertian
Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa dan pemeriksaan fisik yang teliti, serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
2. Fisiologi
Struktur dan fungsi sel darah merah yang normal
Sel darah merah atau eritrosit adalah merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8 m. Tebal bagian tepi 2m pada bagian tengah tebalnya hanya 1m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam perjalannya melalui mikrosirkulasi konfigurasi berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari anti gen kelompok A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraseluler. Molekul-molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus hem, masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna.
Jumlah sel darah merah kira-kira 5 juta per millimeter kubik darah pada rata-rata orang dewasa dan berumur 120 hari. Keseimbangan yang tetap dipertahankan antara kehilangan dan penggantian sel darah setiap hari. Pembentukan sel darah merah diransang oleh hormon glikoprotein, eritropoitin, yang dianggap berasal dari ginjal. Pembentukan eritropoetin dipengaruhi oleh hipoksia jaringan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti perubahan 02 atmosfer, berkurangnya kadar 02 darah arteri, dan berkurangnya konsentrasi hemoglobin. Eritropoetin meransang sel induk untuk memulai proliferasi dan pematangan sel-sel darah merah. Selanjutnya pematangan tergantung pada jumlah zat-zat makanan yang cukup dan penggunaannya yang cocok, seperti vitamin B12 , asam folat, protein-protein, enzim-enzim, dan mineral seperti dan tembaga.
Pembentukan hemoglobin terjadi pada sumsung tulang dan melalui semua stadium pematangan. Sel darah merah memasuki sirkulasi sebagai retikulosit dari sumsum tulang. Retikolosit adalah stadium terakhir dari perkembangan sel darah merah yang belum matang dan mengandung jala yang terdiri dari serat-serat retikuler. Sejumlah kecil hemoglobin masih dihasilkan selam 24 sampai 48 jam pematangan; retikulum kemudian larut dan menjadi sel-sel darah merah yang matang.
Waktu sel darah merah menua, sel ini menjadi lebih kaku dan menjadi lebih rapuh, akhirnya pecah. Hemoglobin di fagositosis terutama di limpa. Hati dan sumsum tulang. Kemudian direduksi menjadi globin dan hem, globin masuk kembali kedalam sumber asam amino. Besi dibebaskan dari hem dan sebagian besar diangkut oleh protein plasma transperin ke sumsung tulang untuk pembentukan sel darah merah yang baru. Sisa besi disimpan dalam hati dan jaringan tubuh lain dalam bentuk feritin dan hemosiderin, simpanan ini akan digunakan lagi dokemudian hari. Sisa hem direduksi kembali menjadi karbon monoksida (CO) dan biliverdin. CO ini diangkut dalam bentuk karboksi hemoglobin, dan dikeluarkan melalui paru-paru. Biliverdin direduksi menjadi menjadi bilirubin bebas; yang berlahan-lahan dikeluarkan kedalam plasma. Dimana bilirubin bergabung ke albumin plasma kemudian diangkut kedalam sel-sel hati untuk diekskresi ke dalam kanalikuli empedu. Bila ada penghancuran aktif sel-sel darah merah seperti hemolisis, pembebasan jumlah bilirubin yang cepat kedalam cairan ekstraselular menyebabkan kulit dan konjungtiva kuning, keadaan ini disebut ikterus.

3. Patofisiologi
Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih lebih sedikit darah yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simptomatologi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Tanda dan gejala yang sering timbul adalah gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardia, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif cepat atau syok. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangan 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik kecuali pada kerja jasmani berat. Mekanisme kompensasi tubuh bekerja melalui:
 Peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2 kejaringan-jaringan oleh sel darah merah.
 Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin.
 Mengembangkan volume plasma dengan mernarik cairan dari sela-sela jaringan, dan
 Redistribusi cairan ke organ-organ vital.
Selain satu dari tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Ini umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku dan telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta conjuntiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat dapat mengakibatkan payah jantung kongestif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaiakan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat.
Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. sakit kepala, pusing, kelemahan, dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat pula timbul gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defesiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).

4. Klasifikasi Anemia
Anemia dapat diklasifikasikan menurut:
1. Morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya
Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah, sedangkan kromik menujukkan warnanya.
Sudah dikenal klasifikasi besar yaitu:
a. Anemia normositik normokrom.
Dimana ukuran dan bertuk sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal. (MCV dan MCHC normal atau normal rendah) tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemai jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, dan penyakit-penyakit infiltrat metastatik pada susum tulang.
b. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat B12 dan/atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
c. Mikrositik hipokrom.
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal(MCV kurang; MCHC kurang). Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital)
2. Etiologi.
Anemia dapat pula diklasifikasikan menurut etiologinya, penyebab utama yang diperkirakan adalah:
a. Meningkatnya kehilangan sel darah merah
Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarah atau penghancuran sel. Perdarahan dapat diesebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat perdarahan kronik karaena polip pada colon, penyakit-penyakit keganasan , hemoroid, atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah sendiri terganggu adalah:
- Hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, mislnya anemia sel sabit.
- Gangguan sintesis globin. Misalnya talasemia.
- Gangguan membran sel darah merah, misalnya sferositosis herediter.
- Defesiensi ensim, misalnya difisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase)
Yang disebut diatas adalah gangguan herediter, namun hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah, yang seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai indvidu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh transfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri, keadaan yang dinamakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu, seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, atau L-dopa, atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematous, artritis reumatoid dan infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasikfikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah; anti bodi tipe panas atau anibodi tepe dingin.
b. Penurunan atau pembentukan sel darah merah yang berkurang atau terganggu (diseritropoesis)
Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini, yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
- Keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukemia, dan multipel mioloma, obat dan sat kimia toksik, dan penyinaran denan radiasi
- Penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dah hati. Penyakit-penyakit infeksi dan difisensi endokrin. Kekurangan vitamin penting , seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi, dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia.
Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologi dan etiologi.
ANEMIA APLASTIK
Pengertian
Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk di sumsum tulang yang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah merah yang dihasilkan tidak memadai. Pederita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, dan trombosit. Secara morfologi sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang, dan biopsi sumsung tulang menunjukkan suatu keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hiplasia yang nyata dan terjadi penggantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pangobatan terdiri dari mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa keadaan tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik . bebraapa kasusu seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis.

Penyebab-penyebab anemia aplastik :
1. Agen antineoplastik
2. Terapi radiasi
3. Berbagai obat seperti anti konvulsan, pengobatan tiroid, senyawa emas dan fenilbutason.
4. Benzen
5. Infeksi virus (khususnya virus khusunya virus hepatitis)
Pengobatan
Terutama dipusatkan pada perawatan supportif sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh defesiensi besi sel lain merupakan penyebab utama kematian, maka penting untuk mencegah perdarahan dan infeksi.
Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan denan aliran udaran mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik, pada perdarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit, dan trombosit dan antibiotik. Agen-agen peransang sumsung tulang, seperti androgen diduga menimbulkan eritropoesis, tetapi defesiensinya tidak menentu, penderita anemia aplastik kronik dapat menyesuaikan diri dengan baik dan dapat dipertahankan Hb antara 8 dan 9 g dengan transfusi darah periodik.

ANEMIA DEFESIENSI BESI
Pengertian
Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Difisensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terdapat pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.
Penyebab lain defesiensi besi adalah:
1. Asupan besi yang tidak cukup, misalnya pada bayi yang hanya diberi makan susu belaka sampai usia 12 – 24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayuran saja.
2. Gangguan absobsi, seperti setelah gastrektomi
3. Kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan pada saluran cerna yang lambat karena polip, Neoplasma, gastritis, varises osefagus, makan aspirin, dan hemoroid.
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa mengandung rata-rata 3 sampai 5 g besi, bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya, hampir duapertiga besi terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan dan kematian sel dan diangkut melalui transferin plasma kesumsum tulang untuk eritripoesis. Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil sekali dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, seperti sisanya disimpan dalam hati, lipa dan dalam sumsung tulang sebagai feretin dan sebagai homosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.

Gejala-gejala
Gejala-gejala yang ditunjukkan; (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/100 ml; Hb 6-7 mg/100ml) mempunyai rambut yang rapuh, dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu, atropi papils lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilap, merah daging, meradang dan sakit. Dapat pula timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit disudut-sudut mulut.
Pemeriksaan
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan hipokrom (MCP dan MCHC berkurang, dan MCH berkurang) disertai dengan poikilisitosis dan anisosotosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas mengikat besi serum total meningkat.



Pengobatan
Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar anemia. Pembedahan mungkin deperlukan untuk menghambat perdarahan aktif yang diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan, dan hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan untuk bayi yang hanya diberi susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi diet dapat menambah basi yang tersedia (misalnya hati), masih dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi. Besi tersedia dalam dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian besar penderita memberi respon yang baik terhadap senyawa senyawa oral seperti ferosulfat. Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif, sebaba harganya mahal dan mempunyai insidens besar tejadi reaksi yang merugikan.

ANEMIA MEGALOBLASTIK
Pengertian
Anemia megaloblastik diklasfikasikan menurut morfologinya sebgai anemia makrositik normokrom.
Penyebab
Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defesiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan sitesis DNA terganggu. Defesiensi ini mungkin sekunder karena malnutrisi, malabsobsi, kekurangan faktor intrinsik (seperti terlihat pada anemia pernisiosa dan pos gastrektomi), infestasi prasit, penyakit usus, dan keganansa, serta agen kemoterapik. Invidu dengan infeksi cacing pita (dengan, Diphilloborithrium latum) akibat makan ikan segar yang terinfeksi, cacing pita berkompertisi dengan hospes dalam mendapatkan vitamin B¬12 dari makanan. Yang mengakibatkan anemia megaloblastik.
Gejala-gejala
Selain gejala-gejala anemia seperti yang dijelaskan sebelumnya, penderita anemia megaloblastik sekunder karena defesiensi folat dapat seperti malnutrisi dan mengalami glositis berat (radang lidah disertaai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun (<4ng/ml). Hitung retikulosit biasanyan berkurang disertai penurunan hematokrit dan hemoglobin.
Pengobatan
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pengobatan bergantun pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalan memperbaiki defisiensi diet dan terpi pengganti dengan asam folat atau vitamin B12. penderita yang kecanduan alkohol yang dirawat dirumah sakit sering memberi respon “spontan’ bila diberikan diet seimbang.

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

AKTIVITAS ISTIRAHAT
gejala - Keletiha, kelamahan, malaise umum
- Kehilangan prodiktivitas , penurunan semangat untk bekerja.
- Toleransi terhadap latihan rendah
- Kebutuhan untik tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda - Takikardia/takikpnea; dispnea pada bekerja atau istirahat.
- Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya, kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
- Ataksia, tubuh tidak tegak.
Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan

SIRKULASI
Gejala - Riwayat kehilangan darah kronis, misalnya kehilangan gastrointestinal kronis, menstruasi berat, angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan)
- Riwayat endokarditis infektif kronik
- Palpitasi (takikardia kompensasi)
Tanda - Tekanan darah peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar; hipotensi postura.
- Disaritmia; abnormalitas EKG, misalnya, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardi.
- Baunyi jantung murmur sistolik (DB)
- Warn ekstremitas; pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan; pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan) kulit seperti berlilin, pucat (aplastik), atau kuning lemon terang (PA)
- Skelera biru atau putih seperti mutiara (DB)
- Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonstriksi kompensasi)
- Kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok (Koilonokia) (DB)
- Rambut; kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara prematur.

INTEGRITAS EGO
Gejala - Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya transfusi darah.
Tanda - Defresi

ELIMINASI
Gejala - Riwayat pielonefritis, gagal ginjal.
- Flatulen, sindrom malabsorbsi (DB).
- Hematemesis, feses dengan darah segar, melena.
- Diare atau konstipasi.
- Penurunan haluaran urine.
Tanda - Distensi abdomen.

MAKANAN / CAIRAN
Gejala - Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah / masukan sereal tinggi (DB).
- Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan ( ulkus pada faring ).
- Mual / muntah, dispepsia, anoreksia.
- Adanya penurunan berat badan.
- Tidak pernah puas mengunyah atau pika untuk es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda - Lidah tampak merah daging / halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B 12.
- Membran mukosa kering, pucat.
- Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut / hilang elastisitas (DB).
- Stomatitis dan glositis (status defisiensi).
- Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah ( DB ).

HIGIENE
Tanda - Kurang bertenaga, penampilan tak rapih.

NEUROSENSASI
Gejala - Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinitus, ketidakmampuan berkonsentrasi.
- Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
- Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parastesia tangan / kaki (AP) ; klaudiaksi.
- Sensasi menjadi dingin.
Tanda - Peka rangsang, gelisah, defresi, cenderung tidur, apatis.
- Mental : tak mampu berespon lambat dan dangkal.
- Oftalmik : hemoragis retina ( aplastik, AP ).
- Epistaksis, perdarahan dari lubang – lubang ( aplastik ).
- Gangguan koordinasi, ataksia : penurunan rasa getar dan posisi, tanda Romberg positif, paralisis ( AP ).

NYERI / KENYAMANAN
Gejala - Nyeri abdomen samar ; sakit kepala ( DB ).

PERNAPASAN
Gejala - Riwayat TB, abses paru.
- Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda - Takipnea, ortopnea, dan dispnea.

KEAMANAN
Gejala - Riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia, misalnya ; benzen, insektisida, fenibultazon, naftalen.
- Riwayat terpajan pada radiasi baik sebagai pengobatan atau kecelakaan.
- Riwayat kanker, terapi kanker.
- Tidak toleran terhadap dingin dan / atau panas.
- Transfusi darah sebelumnya.
- Gangguan penglihatan.
- Penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda - Demam rendah, menggigil, berkeringat malam.
- Limfadenopati umum.
- Peteki dan ekimosis (aplastik).

SEKSUALITAS
Gejala - Perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB).
- Hilang libido ( pria dan wanita ).
- Impoten.
Tanda - Serviks dan dinding vagina pucat.

PENYULUHAN / PEMBELAJARAN
Gejala - Kecenderungan keluarga untuk anemi ( DB / AP ).
- Penggunaan anti konvulsan masa lalu / saat ini, antibiotik, agen kemoterapi ( gagal sumsum tulang ), aspirin, obat anti inflamasi, anti koagulan.
- Penggunaan alkohol kronis.
- Adanya / berulang episode perdarahan aktif ( DB ).
- Riwayat penyakit hati, ginjal ; masalah hematologi ; penyakit seliak atau penyakit malabsorpsi lain ; enteritis regional ; manifestasi cacing pita ; poliendokrinopati ; masalah autoimun (misalnya ; antibodi pada sel parietal, faktor intrinsik, antibodi tiroid dan sel T ).
- Pembedahan sebelumnya, misalnya; splenektomi; eksisi tumor; penggantian katup prostetik; eksisi bedah duodenum atau reseksi gaster, gastrektomi parsial / total ( DB/AP ).
- Riwayat adanya masalah dengan penyembuhan luka atau perdarahan; infeksi kronis, ( RA ), penyakit granulomatus kronis, atau kanker ( sekunder anemia ).
Pertimbangan - DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 4,6 hari
Rencana pemulangan - Dapat memerlukan bantuan dalam pengobatan ( injeksi); aktivitas perawatan diri dan / atau pemeliharaan rumah, perubahan rencan diet.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Jumlah darah lengkap ( JDL ) : Hemoglobin dan hematokrit menurun.
- Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (volume korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokromoik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).
- Jumlah retikulosit : bervariasi, misalnya menurun (AP), meningkat (respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah / hemolisis.
- Pewarnaan SDM : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).
- LED : peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misalnya peningkatan kerusakan SDM atau penyakit malignasi.
- Masa hidup SDM : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misalnya pada tipe anemia tertentu, SDM mempunyai waktu hidup lebih pendek.
- Test kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
- SDP : jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).
Jumlah trombosit : Menurun (aplastik); meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik).
- Hemoblobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
- Billirubin serum (tak terkonjungasi) : meningkat (AP, HEMOLITIK).
- Folat serum dan vitamin B 12 : membantu mengdiagnosa anemia sehubugngan defisensi masukan/absorbsi
- Besi serum; meningkat (DB)
- Feritin serum; menurun (DB)
- Masa perdarahan; memanjang (aplastik)
- LDH serum; mungkin meningkat (AP)
- Tes schilling; penurunan ekskresi vitamin B12 urine (AP)
- Guaiak; mungkin positif untuk darah pada urine. Feses, dan isi gaster, menunjukkan perdarahan akut/kronis (AP)
- Analisa gaster; penurunan sekresi dengan pH dan tak adanya asam hidroklorik bebas (AP)
- Aspirasi sumsung tulang/pemeriksaan biopsi; sel mungkin tampak berubah dalam jumal, ukuran dan bentuk membentuk membedakan tipe anemia, misalnya, peningkatan megaloblastik (AP) ,lemak sumsung tulang dengan penurunan sel darah (aplastik)
- Pemeriksaan endoskopi dan radiografi; memeriksan sisi perdarahan ; perdarahan GI.

PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Meningkatkan perfusi jaringan
2. Memberikan kebutuhan nutrisi/cairan
3. Mencegah konplikasi
4. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, dan program pengobatan.

TUJUAN PEMULANGAN
1. Kebuthan aktivitas sehari-sehari terpenuhi mandiri atau dengan bantuan orang lain.
2. Komplikasi tercegah/minimal
3. Proses penyakit/prognosis dan program terpai di pahami

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan, berhubungan dengan :
 Penurrunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel
Ditandai dengan;
 Palpitasi, angina
 Kulit pucat, membran mukosa kering, kuku dan rambut rapuh
 Ekstremitas dingin
 Penurunan haluaran urine
 Mual/muntah
 Distensi abdomen
 Perubahan tekanan darah, pengisian kapiler lambat.
 Ketidak mampuan berkonsentrasi, disorientasi.
Tujuan
 Menunjukkan perfusi adekuat, misalnya, tanda vital stabil; membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik, haluaran urine adekuat, mental seperti biasa.
TINDAKAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1.Awati tanda vital, kaji pegisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku.
R:/Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intevensi
2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai dengan toleransi
R:/Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler, catatan; kontraindikasi bila ada hipotensi.
3. Awasi upaya pernapasan; auskultasi bunyai napas perhatikan adventisius Dispnea, R:/gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
4.Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
R:/Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/potensial resiko infark.
5.Kaji untuk respons verbal melambat, mudah teransang, agitasi, gangguan memori, bingung.
R:/Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defesiensi vitamin B12
6.Orientasi/orientasikan ulang pasien susuia kebutuhan, catat jadwal aktivitas pasien untuk dirujuk, berikan cukup waktu pasien untuk berpikir, komunikasikan dan aktiviatas
R:/Membantu memperbaiki proses pikir dan kemampuan melakukan/mempertahankan kebutuhan AKS.
7.Catat keluhan rasa dingin. Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.
R:/Vasokonstriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi verifer, kenyamanan pasien kebutuhan rasa hangat harus seimbangn dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ)
Hindari penggunaan bantalan penghangat atau botol air panas, ukur suhu air mandi dengan temometer. Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.
Kolaborasi
8. Awasi pemeriksaan laboratorium, misalnya Hb/Ht dan jumlah SDM, GDA. R:/Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi
9. Berikan SDM darah lengkap/packed, produk darah sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi transfusi.
R:/Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen; memperbaiki defesiensi untuk menurunkan risiko perdarahan.
10. Berikan oksigen tambagan sesuai indikasi
R:/Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan
11. Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi
R:/Transplanstasi sumsung tulang dilakukan pada kegagalan sumsung tulang . (anemia aplastik)

2. Intolansi aktiviatas, berhubunga dengan ;
 Ketidak seimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan
ditandai dengan
 Kelemahan dan kelelahan
 Mengeluh penurunan toleransi aktivitas/latihan
 Lebih bayak memerlukan istirahat/tidur.
 Palpitasi, takikardia, peningkatan tekanan darah/respons pernapasan dengan kerja ringan
Tujuan;
 Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
 Menunjukkan penurunan tanda tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal pasien.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan klien untuk melakukan tugas/AKS normal, catat laporan kelelahan, keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas.
R:Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
2. Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot
R: Menujukkan perubahan neurologi karenan defisiensi vitamin B12 memepengaruhi kemanan pasien/risiko cidera
3.Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan, selama dan sesudah aktivitas, catat respons terhadap tingkat aktivias misalnya penigkatan denyut jantung/tekanan darah, disaritmia, pusing, dispnea, takipnea, dan sebagainya.
R:/Manifestasi kardiopulmonasi dari upaya jantung dan paru-paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat kejaringan
4. Berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan, pantau dan batasi pengunjung, telepon dan gangguan berulang tindakan yang tak direncanakan.
R:Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung paru.
5. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
R:Hipotensi postural atau hipoksi serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut, dan peningkatan risiko cedera.
6.Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningktkan istirahat, pilih priode istirahat dengan priode aktivitas.
R: Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regangan pada sistem jantung dan pernapasan.
7. Berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanyak mungkin.
R: Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri.
8.Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, termasuk aktivitas yang pasien pandang perlu.
9. Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi.
R: Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan mempebaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meningkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
10. Gunakan teknik penghematan energi, misalnya, mandi dengan duduk, duduk untuk melakukan tugas-tugas.
R: Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan.
11.Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan, atau pusing terjadi.
R: Regangan/stress kardiovulmonal berlebihan/stress dapat menimbulkan dekompansasi/kegagalan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan degan:
 Kegagalan untuk mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal.
Ditandai dengan:
 Penurunan berat badan/berat badan dibawah normal untuk, usia, tinggi, dan bangun badan.
 Penurunan lipata kulit trisep.
 Peruban gusi membran mukosa mulut
 Penurunan toleranasi untuk aktivitas, kelemahan dan kehilangan tonus otot.
Tujuan;
 Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal
 Tidak mengalami tanda mal nutrisi
 Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.
4. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit, berhubungan dengan;
 Perubahan sirkulasi dan neurologi (anemia)
 Gangguan mobilitas
 Defisit nutrisi.
Ditandai dengan:
 Tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala membuat diagnosa aktual
Tujuan;
 Mempertahankan integriatas kulit
 Mengidentifikasi faktor risiko/perilaku untuk mencegah cedera dermal.
5. Konstipas atau diare, berhubugan dengan;
 Penurunan masukan diet, perubahan proses-proses pencernaan
 Efek samping terapi obat
Ditandai dengan;
 Perubahan pada frekuensi, karakteristik, dan jumlah feses.
 Mual/muntah, penurunan napsu makan.
 Laporan nyeri abdomen tiba-tiba, kram
 Gangguan bunyi usus.
Tujuan;
 Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus
 Menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup yang diperlukan sebagai penyebab, faktor pemberat.
6. Risiko tinggi terhadap infeksi, berhubungan dengan:
 Pertahan sekunder tidak adekuat misalnya penurunan hemoglobin leukopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)
 Pertahan utama tidak adekuat, misalnya kerusakan kulit, stasis cairan tubuh, prosedur invsif, penyakit kronis, malnutrisi.
 Diatandai dengan;
 Tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala membuat diagnosa aktual
 Tujuan;
 Mengidentifikasi perliku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
 Meninkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen, atau eritema, dan demam.
7. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis, dan kebutuhan pengobatan, berhubungan dengan;
 Kurang terpajan/mengingat.
 Salah interpretasi informasi
 Tidak mengenal sumber informasi
Ditandai dengan;
 Pertanyaan, meminta informasi
 Pernyataan salah konsepsi.
 Tidak akurat mengikuti instruksi
 Terjadi komplikasi yagng dapat dicegah.
Tujuan;
 Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostik, dan rencana pengobatan.
 Mengidentifikasi faktor penyebab
 Melakukan tindakan yang perlu/perubahan pola hidup.



DAFTAR PUSTAKA

Marilynn E. Donges Dkk.; Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.; Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; Jakarta 1999.

Price & Wilson,; Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit; Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 1999.

Soeparman dkk.; Ilmu Penyakit Dalam; Balai Penerbit FKUI; Jakarta 1990.

di poskan oleh http://adezildanhealtzandlove.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar